Jumat, 12 Februari 2010

Aku Ingin Berjuang

Seorang pemuda belia dari kabilah Aslam sedang termenung sendirian
agaknya dia sedang sibuk memikirkan sesuatu yang membebani hatinya.
Pemuda itu bertubuh kuat, gagah, penuh gairah untuk menghadapi masa depan
yang penuh berbagai tantangan. Badanya tegap dan kuat, sanggup untuk
dihadapkan pada perjuangan seperti yang sedang dilakukan oleh yang lain,
jihad fisabilillah. Adakah jalan yang lebih afdol dan lebih mulia dari
jihad fisabilillah..? Rasa-rasanya tak ada. Sebab itulah satu-satunya
jalan jika memang benar-benar telah menjadi tujuan dan niat suci untuk
mencari restu dn ridho Allah SWT. "Demi Allah, inilah satu kesempatan
yang sangat baik", kata hati pemuda itu. Yah,.....sebab disana,
serombongan kaum muslimin sedang bersiap menuju juang jihad fisabilillah.
Sebagian sudah berangkat, sebagian lagi baru datang, dan akan segera
berangkat. Semuanya menampakan wajah yang senang, pasrah, dan tenang
dengan satu iman yang mendalam. Wajah-wajah mereka membayangkan suatu
keyakinan penuh, bahwa sebelum ajal berpantang mati. Maut akan menimpa
diman pun kita berada. yakin bahwa umur itu satu. kapan kan sampai
batasnya, hanya Allah yang maha tahu. Bagaimana sebab dan kejadianya,
takdir Allah lah yang menentukan.


Maut, adalah sesuatu yang tak dapat dihindari manusia. Dia pasti datang
menjemput manusia. Entah disaat manusia sedang duduk, diam di rumah, atau
mungkin berada dalam perlindungan benteng yang kokoh, mungkin pula sedang
bersembunyi ditempat persembunyiannya, di gua yang gelap, di jalan raya
yang ramai, ataukah di medan peperangan. Bahkan bukan mustahil maut akan
menjemput kala manusia sedang tidur, di atas temapt tidurnya. Semua itu
hanya Allah lah yang berkuasa, dan berkehendak atasnya.


Menunggu kedatangan maut memang masa-masa yang paling mendebarkan jiwa.
Betapa tidak? Hanya sendirilah yang dapat dibawa menghadap penguasa yang
Esa kelak. Medan juang fisabillah tersedia bagi mereka yang kuat. Penuh
keberanian dan keikhlasan mencari ridho Allah semata. Mereka yang berjiwa
suci ditengah-tengah tubuh yang perkasa. Angan-angan ikhlas yang disertai
hati yang bersih. Memang, saat itu keberanian telah menjiwai setiap kalbu
kaum muslimin. Panggilan dan dengungan untuk jihad fisabilillah merupakan
angan-angan dan tujuan harapan mereka. Mereka yakin, dibalik
hiruk-pikuknya peperangan Allah telah menjanjikan imbalan yang setimpal
baginya. Selain dengan itu dia dapat membersihkan jiwanya dari berbagi
noda. Baik itu berupa noda-noda aqidah, niat-niat jahat, berbagi dosa
perbuatan ataupun kekotoran muamalah yang lain. Pengorbanan mereka yang
mulia itu menunjukan kepribadian yang baik dan luhur. Semua sesuai dengan
ajaran agama yang murni. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan
sebagai mercu suar yang menerangi dunia dan isi alam semesta.


Itulah renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu. Sepenuh hati dia
berkata seolah kepada diri sendiri. "Harus ! harus dan mesti aku berbut
sesuatu. Jangan kemiskinan dan kefakiran ini menjadi hamabtan dan
penghalang mencapai tujuanku."

Mantap, penuh keyakinan dan semangat yang tinggi pemuda tersebut ini
menggabungkan diri dengan pasukan kaum muslimin. Usia pemuda itu memang
masih belia, namun cara berfikir dan jiwanya cukup matang, kemauanya
keras, ketangksan dan kelincahan menjadi jaminan kegesitanya di medan
juang. Namun mengapa pemuda yang begitu bersemangat itu tak dapat ikut
serta dalam barisan pejuan? Seababnya hanya satu. Dia tidak mempunyai
bekal dan senjata apa-apa yang dapat dipakainya untuk berperang karena
kemiskinan dan kefakiranya. Sebab pikirnya, tidak mungkin untuk terjuan
ke medan perjuangan tanpa senjata apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu
melakukan apapun. Bahkan dia tidak akan berfungsi apa-apa. Mungkin untuk
menyelamatkan diri saja, dia tidak mampu. Inilah yang menjadikan pemuda
itu berfikir panjang lebar. Otaknya bekerja keras agar hasratnya yang
besar berjuang dapat tercapai.


Setelah tidak juga dicapainya pemecahan, dia pergi menghadap Rasulullah
SAW. Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta keinginannya yang
besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidk
mengharapkan apa-apa dari keikutsertaanya berjaung. Dikatakanya kepada
Rasulullah SAW, bahwa dia tidak meminta berbagai pendekatan duniawi
kepada Rasulullah; Dia hanya menginginkan bagaimana caranya agar dia
dapat masuk barisan pejuang fisabilillah. Mendengar hal demikian,
Rasulullah bertanya, setelah dengan cermat meneliti dan memandang pemuda
tersebut: "Hai pemuda, sebenarnya apa yang engkau katakan itu dan apa
pula yang engkau harapkan?".


"Saya ingin berjuang, ya Rasulullah!" jawab pemuda itu. "Lalu apa yang
menghalangimu untuk melakukan itu", tanya Rasulullah SAW kemudian. "Saya
tidk mempunyai perbekalan apa-apa untuk persiapan perjaungan itu ya
Rasulullah", jawab pemuda tersebut terus terang. Alangkah tercengangnya
Rasulullah mendengar jawaban itu. Cermat diawasinya wajah pemuda
tersebut. Wajah yang berseri-seri, tanpa ragu dan penuh keberanian
menghadap maut, sementara disana banyak kaum munafikin yang hatinya takut
dan gentar apabila terdengar panggilan seruan untuk berjaung jihad
fisabilillah.


Demi Allah! jauh benar perbedaan pemuda itu dengan para munafiqin di
sana. Kaum munafiqin yang dihinggapi rasa rendah diri, selalu
mementingkan diri-sendiri. Mereka tidak suka dan tidak mau memikul beban
dan tanggung jawab demi kebenaran yang hakiki. Kaum yang tidak senang
hidup dalam alam kedamaian dan ketentraman dlam ajaran agama yang benar.
Mereka lebih suka berada dalam hidup dan suasana kegelapan dan kekalutan.
Ibarat kuman-kuman kotor, yang hidupnya hanya untuk mengacau dan
menghancurkan apa saja. Celakalah mereka yang besar dan tegap badan serta
tubuhnya namun licik dan kerdil pikiran serta hatinya.


Kebanggaanlah bagimu yang tepat hai pemuda! semogalah Allah banyak
menciptakan manusia-manusia sepertimu. Yang dapat menjadi generasi
penerusmu. Yang akan menjunjung tinggi kemulyaan Islam, budi pekerti yang
mulia menuju alam yang bahagia sejahtera lahir batin.


Benar, kaum muslimin sangat memrlukan jiwa yang demikian. Jiwa yang besar
penuh keyakinan, dan juga keberanian yang mantap. Sepantasnya pemuda
seperti dari kabilah Aslam itu mendapat segala keperluan serta
keinginanya untuk melaksanakan hasrat cita-cita keinginan itu. Rasulullah
SAW akhirnya berkata kepada pemuda Aslam tersebut: "Pergilah engkau
kepada si Fulan! Dia yang sebenarnya sudah siap lengkap dengan perlatan
berperang tapi tidak jadi berangkat karena sakit. Nah pergilah kepadanya
dan mintalah perlengkapan yang ada padanya."


Pemuda itu pun bergegas menemui orang yang ditunjukan Rasulullah SAW
tadi. Katanya kepada si Fulan: "Rasulullah SAW menyampaikan salam padamu
juga pesan. Beliau berpesan agar perlengkapan perang yang engkau miliki
yang tidak jadi engkau pakai pergi berperang agar diserahkan kepadaku."
Orang yang tidak jadi berperang itu penuh hormat menjalankan perintah
Rasulullah SAW sambil mengucapkan: "Selamat datang wahai utusan
Rasulullah! Saya hormati dan taati segala perintah Rasulullah SAW."


Segera dia menyuruh istrinya untuk mengambil pakaian dan peralatan perang
yang tidak jadi dipakainya. Diserahkan semua itu pada pemuda kabilah
Aslam. Sambil mengucapkan terima kasih pemuda tersebut menerima
perlengkapan itu. Sebelum dia berangkat dan meninggalkan rumah itu,
pemuda tersebut sempat berucap: "Terima kasih sebesar-besarnya. Anda
telah menghilangkan seluruh duka dan keputusasaanku. Bagimu pahala Allah
yang besar tiada taranya. Terima kasih.........Terima kasih."


Pemuda suku Aslam itu kemudian keluar dengan riang. Wajahnya bersinar
gembira. Dengan berlari-lari dia meningalkan rumah orang yang tidak jadi
berperang itu. Di tengah jalan pemuda tersebut bertemu dengan salah satu
temanya yang keheranan dan bengong. Tanyanya: "Hai, hendak kemana
engkau?", "Aku akan menuju janntul firdaus yang selebar langit dan bumi",
jawab pemuda itu dengan singkat dan tepat.

sumber:Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar